Beberapa pemain suka menulis momen dalam hidupnya, tetapi masih sedikit yang mau menulis secara mendalam. Di era Twitter, para pesepakbola lebih suka memposting pendapat mereka dalam dua baris kalimat saja daripada membuat upaya untuk mengartikulasikannya di media cetak.

Dalam konteks ini, Zlatan Ibrahimovic tentu saja merupakan pengecualian, dia baru-baru ini meluncurkan sebuah buku mengenai otobiografinya yang tentu saja disambut dengan baik di seluruh dunia: dengan adanya buku tersebut, setidaknya ia bisa menepis pandangan semua orang terutama terhadap dirinya.

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa Zlatan adalah pemain bola yang tidak loyal atau tidak setia terhadap klub yang dibelanya, beberapa kali ia berpindah klub. Di dalam waktu kosongnya, ternyata ia banyak menulis tentang dirinya, alasan-alasannya juga gagasannya terhadap sepakbola yang ia cintai.

Agar penilaian ini menjadi adil. Ibrahimovic sesungguhnya bukanlah seorang munafik; dalam otobiografinya yang ia tulis bahwa ia semenjak kecil memang sudah mempunyai mental anak jalanan.

Mentalitas pejuang seorang anak jalanan itu tertulis banyak dalam bukunya, dimulai dengan masa kecilnya di lingkungan imigran yang keras. "Mereka tidak pernah belajar bahasa Swedia atau menonton televisi Swedia" kata Ibra.

Ketika ibunya melihat wajahnya di TV setelah muncul transfer pertamanya, dia khawatir, “Zlatan, apakah kamu telah melakukan sesuatu? Apakah kamu diculik? Dia tidak tahu bahasa Swedia. Itulah satu-satunya alasan orang di sekitar sana begitu aneh terhadap berita yang jarang bahkan tidak pernah samasekali di tontonnya. ”

Saking kerasnya lingkungan masa kecil Zlatan, bahkan ia pernah melihat seorang pemuda yang mencuri sepeda, sedangkan orang tuanya bukannya melarang malah menyemangati anak-anak mereka untuk terus mencuri sepeda. ia juga sering mendengar orang bertengkar di dalam rumah, suami istri marah-marah yang selalu berkata kepada pasangannya "Beri saya itu, idiot," padahal mereka sedang sarapan. Bahkan di lingkungannya, ada sepasang kekasih yang kemudian bertengkar hebat hanya gara-gara kekasihnya terlambat dua puluh menit ketika berjanji untuk menghadiri sebuah acara pernikahan. Bagi Zlatan, ini merupakan wilayah yang sangat keras di masa kecilnya yang begitu banyak mempengaruhi kehidupannya di masa tua.

Ketika dia mendaftar untuk Ajax, dia adalah pemain Skandinavia paling mahal dalam sejarah (8,5 juta Euro) transfer klub. Tanpa sepengetahuannya, Ajax menyeimbangkan gaji bulanannya dengan menjadikannya pemain  remaja dengan bayaran paling buruk di klub. Ketika Zlatan muda mengetahui hal ini, dia sangat terkejut dan merasa sangat dihianati. Ia merasa harga dirinya dihina dan ingin suatu hari ia membalas penghinaan Ajax dimasa depan.

Sementara dia terus-menerus menganggap uang itu tidak penting, ia terus saja berlatih sepakbola. Gajinya di AC Milan, adalah seperempat juta poundsterling per minggu, lebih tinggi dari pendapatan beberapa klub Serie A yang pernah ia bela.

Ibra kemudian dilatih oleh Pep Guardiola, mantan manajernya di Barcelona itu, karena tidak dapat menangani kepribadiannya Pep pernah mengatakan "Aku ingin anak sekolah yang taat, bukan kepribadian yang kuat," klaim Ibra. Sedangkan transfer dari Milan ke Barca saat itu telah menghabiskan 69 juta Euro, Ibrahimovic adalah penandatanganan Barcelona pada tahun itu dan dia diharapkan untuk bisa menempati posisi striker murni.

Tapi setelah setengah musim berlalu, pemain sayap kanan Barcelona, Lionel Messi - pergi menemui Guardiola dan meminta untuk dimainkan di posisi striker murni, tempat dimana ada Ibra di sana. Guardiola setuju. Hasilnya - Ibrahimovic dan Messi masuk dengan cara masing-masing, jadi Guardiola menurut Ibra adalah seorang pelatih buruk.

"Tidak ada yang membayar uang sebanyak itu hanya untuk mencekik leher saya sebagai pemain bola," Kata Ibra setelah perkelahiannya di ruang ganti, dia menyebut Guardiola sebagai pelatih 'idiot', Ibrahimovic akhirnya meninggalkan Barcelona. AC Milan tidak mampu membayar gajinya yang besar, jadi Barcelona menjualnya dengan kerugian yang sangat besar.

“Saya telah mencetak 22 gol dan 15 assist, namun nilai saya turun 70 persen dalam satu tahun. Itu gila! Saya berkata kepada [presiden Barcelona Sandro] Rosell, 'Semua ini karena satu orang.' Tapi Rossel tidak mengatakan apa pun. Sebab Rossel tahu penyebab semua ini adalah Guardiola,”tulisnya dalam bukunya.

Fabio Capello, pelatih yang menahkodai Juventus dari 2004-06, adalah seorang pengagum Ibra. “Dalam sebuah wawancara dia ditanya, bagaimana Anda mendapatkan rasa hormat ini? Dia menjawab, 'Anda tidak mendapatkan rasa hormat. Anda harus mengambilnya. ' Rasa hormat itu telah tinggal di dalam diri saya. "

Dan tentu saja, Jose Mourinho, yang dalam satu tahun bersamanya di Inter menjadi “seseorang yang pada dasarnya saya rela mati untuk Ibra”.

"Dia adalah pemimpin yang hebat dengan semua pasukannya," kata Ibra. Kontras antara Guardiola dan Mourinho di mata Ibra. Selama berada di ruang ganti dengan Guardiola, Ibra pernah berteriak, “Kamu marah karena ulah Mourinho. Saya pikir dia akan mengatakan sesuatu kembali, marah kepada saya misalnya. Tapi dia diam-diam mengambil sepatu seperti seorang pelatih kecil, dan pergi begitu saja. Benar-benar pengecut. "

Meskipun ia memiliki ambisi besar (paling tidak memenangkan Liga Champions, satu trofi yang tidak pernah mampir dihidupnya), tetapi ia senang menjadi ikan besar di kolam kecil. Kebutuhan obsesifnya selalu menonjol, ini menjadikannya kekuatan pendorong utama baginya dari alasan dia menghabiskan tahun-tahun terbaiknya bermain di Inter Milan. Ini bertepatan dengan rendahnya Serie A sepanjang masa itu, dan beberapa bintang asing lainnya pergi bermain di Italia pada saat itu - tetapi Inter Milan memiliki pemain dengan bayaran tertinggi di Eropa. Bukan berarti dia tidak pantas mendapatkannya: Ibrahimovic membawa timnya melalui tiga musim kemenangan Scudetto sebagai penyerang utama mereka.

Di Ajax, setelah musim pertama yang tidak berbuah dan membuatnya frustasi, ia memutuskan pindah klub: "Saya tidak peduli apa yang dikatakan orang lain dan hanya melakukan hal yang saya inginkan." Itu adalah perjalanan karir Ibrahimovic.
Baca Juga: